MANUSIA DAN KEBUTUHAN DOKTRIN AGAMA
I. PENDAHULUAN
Manusia sebagai makhluk paling sempurna di antara makhluk-makhluk lain mampu mewujudkan segala keinginan dan kebutuhannya dengan kekuatan akal yang dimilikinya. Namun di samping itu manusia juga mempunyai kecenderungan untuk mencari sesuatu yang mampu menjawab segala pertanyaan yang ada dalam benaknya. Segala keingintahuan itu akan menjadikan manusia gelisah dan kemudian mencari pelampiasan dengan timbulnya tindakan irrasionaltas. Munculnya pemujaan terhadap benda-benda merupakan bukti adanya keingintahuan manusia yang diliputi oleh rasa takut terhadap sesuatu yang tidak diketahuinya.
Kemudian kepercayaan manusia akan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat yang tergantung pada hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang dimaksud. Ketakutan manusia jika hubungan baik manusia dengan kekuatan gaib tersebut hilang, maka hilang pulalah kesejahteraan dan kebahagiaan yang dicari.
Kemudian menurut sebagian para ahli rasa ingin tahu dan rasa takut itu menjadi pendorong utama tumbuh suburnya rasa keagamaan dalam diri manusia.
Lantas benarkah hanya rasa takut dan ingin tahu tersebut yang menjadikan manusia membutuhkan agama dalam kehidupan mereka?. Dalam makalah yang sederhana ini akan diulas bagaimana agama bisa menjadi kebutuhan bagi manusia.
1. II. PERMASALAHAN
Permasalahan yang kemudian muncul akan diulas dalam poin-poin berikut:
1. Kebutuhan Manusia Terhadap Agama
2. Fungsi Agama Dalam Kehidupan
3. Rasa Ingin Tahu Manusia
4. Doktrin Kepercayaan Agama
III. PEMBAHASAN
A. Kebutuhan Manusia Terhadap Agama
Bahwa secara naluri, manusia mengakui kekuatan dalam kehidupan ini di luar dirinya. Ini dapat dilihat ketika manusia mengalami kesulitan hidup, musibah, dan berbagai bencana. Ia mengeluh dan meminta pertolongan kepada sesuatu yang serba maha, yang dapat membebaskannya dari keadaan itu. Naluriah ini membuktikan bahwa manusia perlu beragama dan membutuhkan Sang Khaliknya.[1]
Ada yang berpendapat bahwa benih agama adalah rasa takut yang kemudian melahirkan pemberian sesajen kepada yang diyakini yang memiliki kekuatan menakutkan. Seperti yang ditulis oleh Yatimin bahwa pada masa primitif, kekuatan itu menimbulkan kepercayaan animisme dan dinamisme. Ia memerinci bentuk penghormatan itu berupa:
1. Sesajian pada pohon-pohon besar, batu, gunung, sungai-sungai, laut, dan benda alam lainnya.
2. Pantangan (hal yang tabu), yaitu perbuatan-perbuatan ucapan-ucapan yang dianggap dapat mengundang murka (kemarahan) kepada kekuatan itu.
3. Menjaga dan menghormati kemurkaan yang ditimbulkan akibat ulah manusia, misalnya upacara persembahan, ruatan, dan mengorbankan sesuatu yang dianggap berharga.
Rasa takut memang salah satu pendorong utama tumbuh suburnya rasa keberagaman. Tetapi itu merupakan benih- benih yang ditolak oleh sebagian pakar lain. Seperti yang dikatakan oleh Qurasy Syihab bahwa ada hal lain yang membuat manusia merasa harus beragama. Freud ahli jiwa berpendapat bahwa benih agama dari kompleks oedipus. Mula-mula seorang anak merasakan dorongan seksual terhadap ibunya kemudian membunuh ayahnya sendiri. Namun pembunuhan ini menghasilkan penyesalan diri dalam jiwa sang anak sehingga lahirlah penyembahan terhadap ruh sang ayah. Di sinilah bermula rasa agama dalam jiwa manusia. [2] Jadi agama muncul dari rasa penyesalan seseorang. Namun bukan berarti benih agama kemudian menjadi satu-satunya alasan bahwa manusia membutuhkan agama. Karena kebutuhan manusia terhadap agama dapat disebabkan karena masalah prinsip dasar kebutuhan manusia. Untuk menjelaskan perlunya manusia terhadap agama sebagai kebutuhan. Ada empat faktor yang menyebabkan manusia memerlukan agama. Yaitu:[3]
1. Faktor Kondisi Manusia
Kondisi manusia terdiri dari beberapa unsur, yaitu unsur jasmani dan unsur rohani. Untuk menumbuhkan dan mengembangkan kedua unsur tersebut harus mendapat perhatian khusus yang seimbang. Unsur jasmani membutuhkan pemenuhan yang bersifat fisik jasmaniah. Kebutuhan tersebut adalah makan-minum, bekerja istirahat yang seimbang, berolahraga, dan segala aktivitas jasmani yang dibutuhkan. Unsur rohani membutuhkan pemenuhan yang bersifat psikis (mental) rohaniah. Kebutuhan tersebut adalah pendidikan agama, budi pekerti, kepuasan, kasih sayang, dan segala aktivitas rohani yang seimbang.
1. Faktor Status Manusia
Status manusia adalah sebagai makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna. Jika dibanding dengan makhluk lain, Allah menciptakan manusia lengkap dengan berbagai kesempurnaan. Yaitu kesempurnaan akal dan pikiran, kemuliaan, dan berbagai kelebihan lainnya. Dalam segi rohaniah manusia memiliki aspek rohaniah yang kompleks. Manusia adalah satu-satunya yang mempunyai akal dan manusia pulalah yang mempunyai kata hati. Sehingga dengan kelengkapan itu Allah menempatkan mereka pada permukaan yang paling atas dalam garis horizontal sesama makhluk. Dengan akalnya manusia mengakui adanya Allah. Dengan hati nuraninya manusia menyadari bahwa dirinya tidak terlepas dari pengawasan dan ketentuan Allah. Dan dengan agamalah manusia belajar mengenal Tuhan dan agama juga mengajarkan cara berkomunikasi dengan sesamanya, dengan kehidupannya, dan lingkungannya.
1. Faktor Struktur Dasar Kepribadian
Dilihat dari struktur kepribadian manusia maka di situ pulalah dapat dilihat kebutuhan manusia terhadap agama. Dalam teori psikoanalisis Sigmun Freud membagi struktur kepribadian manusia dengan tiga bagian. Yaitu:
1. Aspek Das es yaitu aspek biologis. Aspek ini merupakan sistem yang orisinal dalam kepribadian manusia yang berkembang secara alami dan menjadi bagian yang subjektif yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan dunia objektif.
2. Aspek das ich, yaitu aspek psikis yang timbul karena kebutuhan organisme untuk hubungan baik dengan dunia nyata.
3. Aspek das uber ich, aspek sosiologis yang yang mewakili nilai-nilai tradisional serta cita-cita masyarakat.
Selain faktor yang dimiliki manusia dalam memerlukan agama ada juga alasan mengapa manusia perlu beragama. Dalam buku yang ditulis Yatimin juga Abudin Nata bahwa ada tiga alasan yang melatarbelakangi perlunya manusia terhadap agama. Yaitu:
1. Fitrah Manusia
Kenyataan manusia memiliki fitrah keagamaan dijelaskan dalam ajaran islam bahwa agama adalah kebutuhan fitri manusia. Sebelumnya manusia belum mengenal kenyataan ini. Dan di masa akhir-akhir ini muncul beberapa orang yang memerlukan dan memopulerkannya. Fitrah keagamaan yang berada dalam diri manusia inilah yang melatarbelakangi perlunya manusia terhadap agama. Oleh karenanya ketika datang wahyu Tuhan yang menyeru manusia agar beragama, maka seruan itu memang amat sejalan dengan fitrah manusia itu. [4]
Al-Quran telah menjelaskan agama sebagai fitrah manusia, dan Allah telah menetapkan perintah, ”(Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu”Dan sejak dahulu gagasan ketakwaan tidak dapat disingkirkan dari hati manusia. Kemudian dari sudut pandang psikologi hubungan antara manusia dan agama membuktikan perasaan religius adalah salah satu naluri manusia yang mendasar. Seorang filsuf pun mengatakan bahwa perasaan religius adalah salah satu unsur utama dari alam jiwa manusia.[5]
1. Adanya An Nafs
Faktor lain yang melatarbelakangi manusia memerlukan agama adalah karena di samping manusia memiliki berbagai kesempurnaan juga memiliki kekurangan. Hal ini antara lain diungkapkan oleh kata an-Nafs. Menurut Quraisy Syihab, bahwa dalam pandangan AlQuran, nafs diciptakan Allah dalam keadaan sempurna untuk berfungsi menampung serta mendorong manusia berbuat kebaikan dan keburukan, dan karena itu sisi dalam manusia inilah yang oleh Al-Quran dianjurkan untuk diberi perhatian lebih besar. Dalam surat Al Syams disebutkan:
”demi nafs serta penyempurnaan ciptaan, Allah mengilhamkan kepadanya kefasikan dan ketakwaan”(QS:Al-Syams:7-8)[6]
Untuk menjaga kesucian nafs ini manusia harus selalu mendekatkan diri pada tuhan dengan bimbingan agama. Di sinilah letaknya kebutuhan manusia terhadap agama.[7]
1. Tantangan Manusia
Faktor lain yang menyebabkan manusia memerlukan agama adalah karena manusia dalam kehidupannya senantiasa menghadapi berbagai tantangan, baik internal maupun eksternal. Tantangan internal dapat berupa dorongan hawa nafsu dan bisikan setan. Sedangkan tantangan eksternal dapat berupa rekayasa dan upaya-upaya yang dilakukan oleh manusia yang secara sengaja memalingkan manusia dari Tuhan. Mereka dengan rela mengeluarkan biaya, tenaga, dan pikiran yang dimanifestasikan dalam berbagai bentuk kebudayaan yang di dalamnya mengandung misi menjauhkan manusia dari Tuhan. [8]
1. B. Fungsi agama dalam kehidupan
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendirian, karena ada sekian banyak kebutuhan yang tidak dapat dipenuhinya sendiri. Petani memerlukan baju yang tidak dapat dibuatnya sendiri karena keterbatasan waktu dan pengetahuannya. Di sisi lain penenun juga demikian, tidak dapat memenuhi kebutuhan konsumsinya karena tidak punya waktu untuk menanam padinya. Jika sakit mereka juga membutuhkan dokter dan obat serta masih banyak lagi kebutuhan manusia yang kesemuanya akan terpenuhi bila mereka bekerja. Hidup manusia bagaikan lalu lintas, masing-masing ingin selamat dan cepat sampai tujuan. Akan tetapi karena kebutuhan mereka berlainan, maka apabila tidak ada peraturan lalu lintas kehidupan, pasti akan terjadi benturan dan tabrakan. Dengan demikian manusia membutuhkan peraturan lalu lintas kehidupan, tapi siapakah yang mampu mengatur lalu lintas kehidupan itu?. Jika hanya sekelompok manusia maka ada dua kelemahan yang dimiliki manusia, yang pertama keterbatasan pengetahuan dan yang kedua adalah sifat egoisme manusia yang ingin memenuhi kepentingannya sendiri.
Dengan demikian yang seharusnya mengatur kehidupan lalu lintas adalah Dia yang paling mengetahui sekaligus tidak mempunyai kepentingan sedikit pun. Allah yang menetapkan peraturan –peraturan tersebut baik secara umum yang berupa nilai-nilai, maupun secara spesifik khususnya spesifikasi itu tidak dapat dijangkau oleh penalaran manusia. Aturan-aturan itulah yang kemudian disebut dengan agama. [9]
Fungsi agama juga sebagai pencapai tujuan luhur manusia di dunia ini. Yaitu cita-cita manusia untuk mendapatkan kesejahteraan lahir dan batin. Dalam Al-Quran surat Thoha ayat 117-119 disebutkan:
Maka kami berkata: “Hai Adam, Sesungguhnya Ini (iblis) adalah musuh bagimu dan bagi istrimu, Maka sekali-kali janganlah sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi celaka. Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak akan telanjang. Dan Sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak (pula) akan ditimpa panas matahari di dalamnya”.
Kemudian dalam surat 56 ayat 66 bahwa di surga masyarakatnya hidup dalam suasana kedamaian, harmonis, tidak dapat suatu dosa dan tidak pula sesuatu yang tidak wajar. Kesejahteraan lahir terpenuhi karena ketiga kebutuhan pokok manusia terpenuhi demikian pula dengan kesejahteraan batin dan Adam bersama istrinya diharapkan dengan usaha bersungguh-sungguh dapat mewujudkan bayang-bayang surga itu di permukaan bumi dengan berpedoman petunjuk-petunjuk ilahi dengan kata lain agama.[10]
Pada ranah yang lebih umum fungsi agama dalam kehidupan masyarakat adalah sebagai penguat solidaritas masyarakat. Seperti yang diungkapkan Emile Durkheim sebagai sosiolog besar, bahwa sarana-sarana keagamaan adalah lambang-lambang masyarakat, kesakralan bersumber pada kekuatan yang dinyatakan berlaku oleh masyarakat secara keseluruhan bagi setiap anggotanya, dan fungsinya adalah mempertahankan dan memperkuat rasa solidaritas dan kewajiban sosial. [11]
Kemudian jika dari segi pragmatisme, seseorang menganut suatu agama adalah disebabkan oleh fungsinya. Bagi kebanyakan orang, agama itu berfungsi untuk menjaga kebahagiaan hidup. Tetapi dari segi sains sosial, fungsi agama mempunyai dimensi yang lain seperti apa yang diuraikan di bawah ini:
1. a. Memberi pandangan dunia kepada satu-satu budaya manusia.
Agama dikatakan memberi pandangan dunia kepada manusia karena ia senantiasa memberi penerangan kepada dunia(secara keseluruhan), dan juga kedudukan manusia di dalam dunia. Penerangan dalam masalah ini sebenarnya sulit dicapai melalui indra manusia, melainkan sedikit penerangan daripada falsafah. Contohnya, agama Islam menerangkan kepada umatnya bahwa dunia adalah ciptaan Allah(s.w.t) dan setiap manusia harus menaati Allah(s.w.t).
1. b. Menjawab pelbagai pertanyaan yang tidak mampu dijawab oleh manusia.
Sebagian pertanyaan yang senantiasa ditanya oleh manusia merupakan pertanyaan yang tidak terjawab oleh akal manusia sendiri. Contohnya pertanyaan kehidupan setelah mati, tujuan hidup, soal nasib dan sebagainya. Bagi kebanyakan manusia, pertanyaan-pertanyaan ini sangat menarik dan perlu untuk menjawabnya. Maka, agama itulah fungsinya untuk menjawab soalan-soalan ini.
1. c. Memainkan fungsi peranan sosial.
Agama merupakan satu faktor dalam pembentukan kelompok manusia. Ini adalah karena sistem agama menimbulkan keseragaman bukan saja kepercayaan yang sama, melainkan tingkah laku, pandangan dunia dan nilai yang sama.
1. d. Memberi rasa kekitaan kepada sesuatu kelompok manusia.
Kebanyakan agama di dunia ini menyarankan kepada kebaikan. Dalam ajaran agama sendiri sebenarnya telah menggariskan kode etika yang wajib dilakukan oleh penganutnya. Maka ini dikatakan agama memainkan fungsi peranan sosial.[12]
1. C. Rasa Ingin Tahu Manusia
Manusia lahir tanpa mengetahui sesuatu ketika itu yang diketahuinya hanya ” saya tidak tahu”. Tapi kemudian dengan pancaindra, akal, dan jiwanya sedikit demi sedikit pengetahuannya bertambah, dengan coba-coba (trial and error), pengamatan, pemikiran yang logis dan pengalamannya ia menemukan pengetahuan. Namun demikian keterbatasan pancaindra dan akal menjadikan sebagian banyak tanda tanya yang muncul dalam benaknya tidak dapat terjawab. Hal ini dapat mengganggu perasaan dan jiwanya dan semakin mendesak pertanyaan-pertanyaan tersebut semakin gelisah ia apabila tak terjawab. Hal inilah yang disebut dengan rasa ingin tahu manusia. Manusia membutuhkan informasi yang akan menjadi syarat kebahagiaan dirinya. [13]
1. D. Doktrin kepercayaan agama
Dalam pemikiran kaum Marxis doktrin agama dianggap sebagai candu masyarakat yang melalaikan manusia terhadap berbagai penindasan kaum borjuis. Lantas apakah doktrin kepercayaan agama memang bersifat demikian. Pernyataan Karl Mark dilatarbelakangi oleh konteks yang demikian. Namun perlu diketahui bahwa agama terutama agama islam sama sekali tidak menganjurkan manusia lalai dengan tindakan ketidak adilan yang ada di depan matanya.
Kemudian juga perlu diketahui juga bahwa dalam menjalankan fungsi dan mencapai tujuan hidupnya manusia telah dianugerahi oleh Allah dengan berbagai bekal seperti: naluri, (insting), pancaindra, akal, dan lingkungan hidup untuk dikelola dan dimanfaatkan. Fungsi dan tujuan hidup manusia adalah dijelaskan oleh agama dan bukan oleh akal. Agama justru datang karena ternyata bekal-bekal yang dilimpahkan kepada manusia itu tidak cukup mampu menemukan apa perlunya ia lahir ke dunia ini. Agama diturunkan untuk mengatur hidup manusia. Meluruskan dan mengendalikan akal yang bersifat bebas. Kebebasan akal tanpa kendali, bukan saja menyebabkan manusia lupa diri, melainkan juga akan membawa ia ke jurang kesesatan, mengingkari Tuhan, tidak percaya kepada yang gaib dan berbagai akibat negatif lainnya.
Kemudian yang istimewa pada doktrin agama ialah wawasannya lebih luas. Ada hal-hal yang kadang tak terjangkau oleh rasio dikemukakan oleh agama. Akan tetapi pada hakikatnya tidak ada ajaran agama (yang benar) bertentangan dengan akal, oleh karena agama itu sendiri diturunkan hanya pada orang-orang yang berakal. [14] Maka jelas bahwa manusia tidak akan mampu menanggalkan doktrin agama dalam diri mereka. Jika ada yang merasa diri mereka bertentangan dengan agama maka akalnya lah yang tidak mau berpikir secara lebih luas.
Lebih luas lagi ada tiga segi agama yang perlu diketahui, yaitu menurut T. Jeremy Gunn. Pertama, agama sebagai kepercayaan. Agama sebagai kepercayaan menyinggung keyakinan yang orang pegang mengenai hal-hal seperti Tuhan, kebenaran, atau doktrin kepercayaan. Kepercayaan terhadap agama menekankan, contohnya, kesetiaan pada doktrin-doktrin seperti rukun Islam, karma, darma, atau pesan sinkretis lainnya yang menurut banyak doktrin agama mendasari realitas kehidupan.
Kedua, sementara agama sebagai kepercayaan menekankan pada doktrin, agama sebagai identitas menekankan pada afiliasi dengan kelompok. Dalam hal ini, identitas agama dialami sebagai sesuatu yang berhubungan dengan keluarga, etnisitas, ras atau Kebangsaan. Jadi, orang percaya bahwa identitas agama merupakan sesuatu yang didapatkan setelah proses belajar, berdoa, atau refleksi.
Segi agama yang ketiga ialah agama sebagai jalan hidup (way of life). Dalam segi ini, agama berhubungan dengan tindakan, ritual, kebiasaan dan tradisi yang membedakan umatnya dari pemeluk agama lain. Contohnya, agama sebagai jalan hidup bisa mendorong orang untuk hidup di biara atau komunitas keagamaan, atau melakukan banyak ritual, termasuk salat lima waktu, mengharamkan daging babi, ataupun menyunat. Dalam segi ini, keimanan berusaha tetap dipegang, bahkan perlu untuk diimplementasikan. [15]
IV. SIMPULAN
Sehingga dapat disimpulkan bahwa agama sangat diperlukan oleh manusia sebagai pegangan hidup sehingga ilmu dapat menjadi lebih bermakna, yang dalam hal ini adalah Islam. Agama Islam adalah agama yang selalu mendorong manusia untuk mempergunakan akalnya memahami ayat-ayat kauniyah (Sunnatullah) yang terbentang di alam semesta dan ayat-ayat qur’aniyah yang terdapat dalam Al-Quran, menyeimbangkan antara dunia dan akhirat. Dengan ilmu kehidupan manusia akan bermutu, dengan agama kehidupan manusia akan lebih bermakna, dengan ilmu dan agama kehidupan manusia akan sempurna dan bahagia.
0 komentar:
Posting Komentar